Polisi Minta Hakim Tolak Permohonan Praperadilan Jonru
Loading...
Polisi Minta Hakim Tolak Permohonan Praperadilan Jonru
Opini Bangsa - Polisi meminta hakim praperadilan menolak permohonan praperadilan Jon Riah Ukur alias Jonru. Menurut polisi, penetapan tersangka dan penyidikan terhadap Jonru yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya sah dan sesuai prosedur.
“Termohon menyimpulkan bahwa dalil pemohon tidak benar dan keliru. Oleh karena itu, pada kesempatan ini mohon kepada Yang Mulia Hakim Praperadilan menyatakan permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya. Kami mohon terhadap hakim praperadilan agar penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, dan penahanan itu dinyatakan sah,” kata Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Kombes Agus Rohmat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (14/11).
Kepolisian membantah dalil permohonan Jonru yang mengatakan Polri tidak memiliki bukti yang cukup saat menetapkannya sebagai tersangka. Agus mengatakan penyidik telah memiliki bukti permulaan yang cukup baik dokumen hingga bukti elektronik.
“Sudah ada lebih dari dua alat bukti. Kita ada tiga alat bukti yang sah sesuai KUHAP dan satu alat bukti dokumen elektronik yang diatur UU ITE,” kata Agus.
Selain itu, dia membantah dalil pemohon yang mengatakan tidak ada proses penyelidikan dan gelar perkara untuk menaikkan status menjadi penyidikan dan menetapkan Jonru sebagai tersangka. Menurutnya, proses gelar perkara telah dilakukan di ruangan bagian Wassidik (pengawasan penyidikan) Dirkimsus Polda Metro.
“Termohon melakukan gelar perkara di ruang bagian Wassidik Polda. Di mana hasil rekomendasi itu terhadap tindak pidana UU ITE dan pasal penghapusan diskriminasi, ras, dan etnis dapat ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan,” ungkap Agus.
Polisi menyebut penetapan tersangka terhadap Jonru sah karena perkara ini merupakan delik biasa, bukan delik aduan, sehingga tak perlu ada korban. Hal itu menjawab dalil pemohon yang mengatakan penetapan tersangka Jonru tidak sah karena seharusnya Komnas HAM yang berwenang melaporkan kasus diskriminasi dan ras.
“Komnas HAM itu berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan diskriminasi ras, bukan berfungsi sebagai pelapor dalam tindak pidana. Saudara Muannas Al Aidid berhak menjadi pelapor karena dalam pasal yang disangkakan kepada Jonru adalah bukan delik aduan, tapi delik biasa, sehingga siapa pun orang yang mengetahui, mendengar, melaksanakan, itu boleh menjadi pelapor dalam tindak pidana murni atau biasa. Lain dari delik aduan kalau delik aduan itu yang mengadu itu orang yang dirugikan,” ujarnya.
Polisi juga membantah proses penahanan dan penangkapan terhadap Jonru tidak sah karena telah memiliki barang bukti dan untuk mencegah Jonru menghilangkan barang bukti. Selain itu, polisi meminta hakim praperadilan menolak membebaskan Jonru dari penjara.
“(Mohon) Hakim menyatakan menolak mengeluarkan atau membebaskan pemohon dari rumah tahanan negara sampai dengan perkara memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap,” tukasnya.
Pasal Delik Aduan
Sementara itu, tim kuasa hukum Jonru bersikukuh penetapan tersangka terhadap kliennya dengan dikenakan pasal 28 ayat 2 cacat hukum. Itu merapakan pasal delik aduan. Artinya, jika ada yang merasa dirugikan bisa melapor. Sementara selama ini belum ada pihak yang dirugikan atas unggahan-unggahan Jonru melalui fanpage Facebook-nya.
“Walaupun klien kami disangkakan Pasal 28 ayat 2 itu sebetulnya kita ingin melihat juga ada enggak akibat yang ditimbulkan dari ujaran itu. Itu kan selama ini tidak jelas, tidak ada,” kata Djudju Purwantoro, ketua tim kuasa hukum Jonru.
Menurut dia, artinya unggahan-unggahan di facebook yang dijadikan bukti laporan oleh Muannas Al Aidid menurutnya tak memiliki korelasi langsung dengan pelapor. Ia pun menuding bahwa Muannas memang orang yang gemar melaporkan pihak-pihak yang berlawanan dengannya.
“Tidak ada kegaduhan, tidak ada suatu golongan yang dirugikan, tidak ada juga korban yang merasa dirugikan. Dampak ujaran itu tidak ada sama sekali, jadi itu nanti kita lihat,” pungkasnya. [opinibangsa.info / kn]
loading...
loading...