Penghayat Kepercayaan Masuk KTP, Ustadz Fadlan: Dampak Tak Tersentuh Dakwah
Ustadz Fadlan Garamatan turut memberikan tanggapan terkait keputusan Mahkamah Konstitusi yang membuat penghayatan aliran kepercayaan bisa dicantumkan di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dia menilai hal itu terkait dengan proses dakwah yang tidak berjalan.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan mengabulkan permohonan para pemohon uji materi terkait Undang-undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk). Kata ‘agama’ yang ada pada Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk ‘kepercayaan’
Dai asal Papua Ustadz Fadlan Garamatan menyesalkan keputusan tersebut, yang dinilainya erat dengan politik. “Kita sebagai orang beriman harus menafsirkan pancasila itu yang benar, bukan karena politik,” ungkapnya kepada Kiblat di Pondok Pesantren Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) Nuu Waar, Setu, Bekasi pada Kamis (09/11/2017).
Menurutnya, keputusan Mahkamah Konstitusi itu bertentangan dengan Pancasila. “Karena Ketuhanan Yang Mahaesa itu pengakuan kepada Allah yang Tungal, Allah Ahad,” ujarnya.
Loading...
Fadlan menegaskan bahwa keputusan MK memasukkan kepercayaan dalam memaknai agama bukan tanpa konsekuensi. Nantinya keputusan itu akan dimintai pertanggung jawaban dihadapan Allah.
Dia juga menyebut keputusan MK itu akan berdampak pada kemunculan aliran sesat dan nabi palsu, yang jumlahnya ratusan. Ustadz Fadlan menilai hal itu akan sangat berdampak kepada umat Islam.
Ustadz Fadlan berpendapat keputusan hakim MK tersebut dampak dari dakwah yang tak berjalan dengan baik. “Dakwah di Indonesia tidak jalan, kalau dakwah jalan berarti MK yang beragama Islam harus tahu diri donk keputusan itu yang akan dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya.
“Kalau mereka tersentuh dengan dakwah pasti mereka takut kepada Allah,” pungkas Ustadz Fadlan.
Dalam putusannya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017), ketua MK Arief Hidayat menyebut kata agama pada Pasal 61 dan 64 ayat 1 UU Administrasi bertentangan dengan alenia keempat pembukaan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk kepercayaan.
Pasal 61 ayat 1 menyebutkan bahwa KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama pengakuan kepala keluarga dan anggota keluarga NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, status perlawanan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orangtua.
Sedangkan untuk Pasal 61 ayat 2 itu menyatakan keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.
“Itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” ujar Arief.
loading...
loading...