Banyak Ngeles, Kementerian Keuangan Anti Kritik?
Loading...
Pengamat Ekonomi Publik Abdulrachim Kresno menyayangkan sikap anti kritik yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Semestinya, kata dia, kritikan Rizal Ramli atas revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) harus dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah.
Lagipula ujar Abdulrachim, memang demikian benar kritik Rizal Ramli bahwa tidak selayaknya melalu revisi UU tersebut, pemerintah melakukan pungutan kepada sektor layanan publik seperti pendidikan, kesehatan. Bahkan bidang keagamaan pada urusan pernikahan, perceraian dan rujuk.
“Rizal bahkan memberikan contoh di negara Amerika Serikat yang super Liberal Kapitalis pun tidak memungut pajak kepada sektor pendidikan dan bahkan memberikan bantuan tanah ratusan hektar kepada yang menyelenggarakan pendidikan. Namun, dalam RUU PNBP itu Rizal tidak melihat adanya rumusan perlindungan dari negara kepada masyarakat yang lemah agar tidak dipungut biaya untuk sektor pelayanan publik . Hal ini akan membuka peluang adanya permainan pungutan kepada rakyat yang lemah yang dimuat didalam Peraturan Pemerintah , Peraturan Menteri atau Kepurusan Menteri nantinya,” kata Abdurchim secara tertulis, Minggu (5/11).
Namun Abdulrachim merasa tidak mengherankan atas demikian sikap pemerintah, karena dia memahami Menteri Keuangan Sri Mulyani menganut mazhab Neoliberal yang selalu melakukan kebijakan pengetatan.
“Sri Mulyani yang menyusup ke pemerintahan Jokowi , memang selalu mencari jalan yang paling mudah , tanpa perlu berpikir yang berat-berat, cari jalan yang gampang-gampang saja , tanpa perlu harus memutar otak , pajakin saja rakyatnya,” ujar dia.
“Sudah banyak contoh , misalnya menaikkan tarif listrik 900 VA yang menyedot uang rakyat yang hampir miskin sebesar 15 triliun setiap tahun. Menghadapi defisit dana BPJS, Sri Mulyani akan menaikkan iurannya. Begitu saja. Kalau APBN defisit ya anggarannya saja dipotong. Nanti kalau ekonomi menjadi lesu cari-cari alasan saja untuk ngeles. Yang bisnisnya bergeser ke online lah, yang terjadi pergeseran pola konsumsi masyarakat lah, yang masyarakat menyimpan uangnya di bank lah, macam-macam,” tambah Abdulrachim.
Tapi yang pasti, tegas Abdulrachim, Sri Mulyani sedang terseok-seok untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,3 persen. Padahal bandingnya, Vietnam selama 10 tahun (2006 -2015) secara rata-rata mencapai pertumbuhan 6,7 persen (Indonesia hanya 5,7 persen), Filipina pada 2016 tumbuh 6,8 persen dan 2017 ini target pertumbuhan Vietnam dan Filipina diatas 6,5 persen jauh lebih tinggi dari Indonesia yang hanya 5,3 persen.
Sebagaimana yang telah dikatakan, Mentri Keuangan Sri Mulyani melalui anak buahnya Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti membalas kritikan Rizal Ramli dan mengatakan rencana revisi UU PNBP tersebut suda digulirkan sejak 2011 ketika Sri Mulyani belum menjabat sebagai menteri Keuangan.
sumber:aktual
loading...
loading...