Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Amnesty: Pelanggaran HAM di Mana-Mana
Loading...
Janji penyelesaian kasus hak asasi manusia (HAM) oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dinilai hanya isapan jempol belaka. Bajkan, janji tersebut dianggap sebatas narasi dalam Nawacita semata.
Direktur Amnesty Internasional Usman Hamid mengungkapkan, sulit menemukan apa yang patut diapresiasi dari pemerintahan Jokowi-JK terkait penyelesaian kasus HAM.
Ia memaparkan, selama tiga tahun terakhir, Amnesty International terus mendapatkan laporan-laporan mengenai pelanggaran HAM di berbagai tempat di Indonesia.
"Pelanggaran-pelanggaran HAM ini, mencakup di antaranya pembatasan terhadap kebebasan berekspresi, berkeyakinan, beragama, dan berkumpul secara damai, juga pelanggaran serius HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan tanpa adanya akuntabilitas penuh," kata Usman di Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Menurut Usman, hasil riset Amnesty International mendapati, sejumlah program pembangunan Jokowi dianggap masih mengesampingkan HAM, khususnya bagi para petani dan pemilik lahan.
"Pemerintahan Jokowi-JK memang berjanji akan membangun dari pinggir desa-desa. Tapi nayatanya malah justru menggusur komunitas petani," tutur dia.
Ia pun mencontohkan dengan aksi penggusuran paksa oleh 1.000 aparat gabungan kepada para petani di Langkat, Sumatera Utara pada November 2016 dan Maret 2017.
Akibat aksi tersebut, ratusan petani pun kehilangan tempat tinggal dan lahan garapan. Kemudian pada November 2016 aparat gabungan menggunakan kekuatan berlebih untuk membubarkan paksa aksi protes petani mempertahankan lahannya atas pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat di Majalengka.
Termasuk juga pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Seko Tengah, Sulawesi Utara dan Waduk Jatigede, Sumedang, yang tetap dijalankan, meski banyak protes warga serta ganti rugi yang tidak adil.
"Ini menjadi pola masif di Indonesia. Pembangunan infrastruktur malah meminggirkan para petani," jelas dia.
Bahkan, peristiwa semacam itu pun diwarnai kriminalisasi. Seperti pada Agustus 2017, petaniJ oko Prianto di Rembang, Jawa Tengah yang dilaporkan atas kasus pemalsuan surat. Kala itu dia sedang berupaya melakukan protes terhadap keberadaan pabrik semen di sana.
"Joko Prianto masih harus wajib lapor setiap Selasa ke Polda Jawa Tengah di Semarang. Ongkos bolak-balik naik angkot habis sampai Rp 200 ribu. Sebulan Rp 800 ribu. Setahun bisa Rp 9,6 juta. Petani cengkeh yang sukses saja setahun hanya sekitar Rp 30 juta," ucap dia.
"Artinya 30 persen pendapatannya habis untuk wajib lapor. Ini jadi seperti upaya menekan petani lain," pungkasnya.
sumber: kriminalitas
loading...
loading...