Komisi IX DPR Ungkap Kondisi Keuangan Negara Yang Compang-Camping
Loading...
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menilai wacana pemerintah yang akan melakukan swastanisasi 30 bandara dan 20 pelabuhan semakin membuktikan bahwa keuangan negara sedang dalam kondisi kritis.
“Pemerintah mengeluarkan wacana swastanisasi bandara dan pelabuhan dengan dalih penghematan anggaran negara yang sedang mengalami defisit. Dengan kata lain, pemerintah mengamini bahwa keadaan keuangan negara saat ini sedang compang-camping,” ujar Heri di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (23/10).
Seharusnya, saran dia, langkah swastanisasi dan privatisasi terhadap puluhan pelabuhan dan bandara harus dipikirkan dengan matang
“Kita tahu pelabuhan dan bandara itu adalah hal strategis yang menjadi pintu masuk segala ancaman yang selama ini kita hadapi seperti penyelundupan barang-barang ilegal, obat-obat terlarang, dan perdagangan manusia. Jika swastanisasi di jalankan, maka otomatis peran negara akan kecil untuk melakukan kontrol. Dan itu berarti bahwa kedaulatan negara bisa terancam,” tegas Ketua DPP Gerindra.
Menurutnya, swastanisasi dan privatisasi tidak selalu jadi jalan keluar yang tepat untuk menjawab soal minimnya anggaran APBN untuk pengelolaan pelabuhan dan bandara.
“Kedaulatan tak bisa diabaikan atas nama anggaran negara yang defisit. Justru di situlah tantangan pemerintah untuk bagaimana melakukan pembangunan tanpa mengorbankan hal-hal strategis. Logika swastanisasi dan privatisasi itu adalah soal untung-rugi sehingga tidak terlalu pas kalau diterapkan pada hal-hal strategis,” tandas Legislator dari dapil Jabar IV itu.
Dari pengalaman sebelumnya, ungkap Heri, swastanisasi akan menimbulkan penetrasi dana asing dalam jumlah besar.
“Dan sudah pasti ujungnya adalah soal siapa, kapan, dan berapa untungnya,” ujar Heri.
Disarankannya, PT Pelindo sebagai pengelola pelabuhan dan PT Angkasa Pura sebagai pengelola bandara serta Kementerian Perhubungan harus mencari langkah terbaik yang tidak boleh mengabaikan nilai-nilai vital dan strategis.
“Kementerian Perhubungan sebagai representasi negara tidak boleh lepas tangan 100 persen dari tugas pengelolaan pelabuhan dan bandara itu. Jika itu yang dilakukan, maka negara menjadi sungguh-sungguh absen. Tidak hadir dan terkesan lepas tangan atas hal-hal strategis,” tandasnya.
Menurutnya, Keinginan Pemerintah memaksa BUMN ikut serta dalam investasi proyek-proyek infrastruktur yang diluar kemampuan keuangan mereka, pada akhirnya akan mencelakakan BUMN itu sendiri.
“Sebagai bukti adalah kasus PLN, yang menurut surat Menteri Keuangan No.S-781/MK.08/2017 Tanggal 19 September 2017 menyatakan, bahwa : “Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan waiver kepada lender PT PLN sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PT PLN dalam perjanjian pinjaman untuk menghindari cross default atas pinjaman PT PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah,” pungkasnya.(era)
loading...
loading...