Rizal Ramli: Saya Bertanya-tanya, Apakah Bocornya Surat Menkeu Untuk Menaikkan Harga Tarif Listrik...
Loading...
Baru-baru ini ada surat kementerian yang bocor ke publik. Surat itu ditulis Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno terkait utang PT PLN (Persero).
Dalam suratnya itu, Menteri Sri Mulyani khawatir kondisi keuangan PLN akibat kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman. PLN juga dibebani investasi dalam proyek listrik 35.000 megawatt (MW).
Kinerja keuangan PLN bakal memburuk gara-gara mega proyek tersebut ternyata sudah diprediksi Rizal Ramli, ketika menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya 2015 lalu. Bagaimana Rizal Ramli bisa memprediksi kondisi keuangan PLN ini? Berikut penuturan lengkapnya.
Bagaimana Anda bisa memperkirakan program tersebut bisa memperburuk kondisi PLN?
Saya sebagai Menko Perekonomian pernah selamatkan PLN tahun 2001. Waktu PLN secara teknis sudah bangkrut, modal minus Rp 9 T, aset hanya Rp 50 T. Direksi minta suntikan dari APBN, kami tidak mau. Kami perintahkan PLN untuk revaluasi aset. Asetnya naik dari Rp 50 triliun menjadi Rp 200 triliun. Selisihnya kami masukkan modal, sehingga modal PLN jadi Rp 104 triliun. Kondisi keuangan PLN saat itu jadi sehat.
Kami juga lakukan renegosiasi listrik swasta yang over price sehingga utang PLN turun dari 85 milar dolar AS jadi 35 miliar dolar AS. Potongan utang terbesar dalam sejarah Indonesia.
Dengan pengalaman itu, saya bisa memperkirakan potensi kerugian itu sejak 2015. Caranya dengan menghitung kebutuhan listrik Indonesia sampai tahun 2019. Berdasarkan hitung-hitungan itu, saya yakin, bila program 35 ribu megawatt ini dipaksakan selesai pada 2019, bisa membahayakan keuangan PLN. Bahkan bisa saja membuat mereka bangkrut.
Bisa dijelaskan kenapa Anda berpikir demikian?
Berdasarkan hitungan, sampai tahun 2019 ke depan Indonesia hanya butuh tambahan pembangkit listrik dengan kapasitas total 22 ribu megawatt, bukan 35 ribu megawatt. Kalau 35 ribu megawatt tercapai 2019, maka pasokan bakal jauh melebihi permintaan. Dengan demikian akan ada idle (kelebihan kapasitas) sebesar 13 ribu megawatt.
Masalahnya, dengan kelebihan kapasitas listrik 13 ribu megawatt yang dibangun oleh swasta atau Independent Power Producer (IPP), PLN tetap wajib membayar biaya listrik ke perusahaan swasta berdasarkan perjanjian jual beli tenaga listrik, atau Power Purchase Agreement (PPA-red) antara PLN dengan IPP. Artinya, dipakai atau tidak dipakai, listriknya PLN tetap wajib bayar ke perusahaan swasta. PLN harus bayar 72 persen listrik dari listrik yang tidak terpakai.
Nilainya cukup fantastis, yaitu sekitar Rp 150 triliun per tahun, atau tidak kurang dari 10,763 miliar dolar AS. Mau dipakai atau tidak, PLN wajib bayar kelebihan itu. Itulah mengapa saya yakin proyek ini bisa membahayakan keuangan PLN.
Kenapa programnya tidak ditunda?
Tidak ditunda karena banyak yang punya kepentingan dan banyak pejabat yang ABS (Asal Bapak Senang), memberikan informasi bohong kepada Presiden. Baru beberapa waktu lalu Menteri ESDM Pak Jonan, dan Menko Pak Luhut mengumumkan bahwa maksimum hanya 18.000-20.000 megawatt. Itu sudah prestasi luar biasa dibandingkan 10 tahun SBY yang hanya 7.000 megawatt.
Banyak kalangan menilai ini juga efek dari tidak dinaikannya tarif listrik?
Keputusan Presiden Jokowi tetap tidak menaikkan tarif tenaga listrik hingga akhir tahun ini sudah benar. Setelah revaluasi aset di 2016, atas saran kami, aset PLN naik dari Rp 500 triliun jadi Rp 1.300 triliun, sehingga kondisi keuangan PLN lebih kokoh. Equitas PLN juga naik jadi Rp 890 triliun.
Artinya kapasitas meminjam PLN bisa sampai Rp 1.800 triliun. PLN sudah lakukan sejumlah langkah yang benar seperti revaluasi aset, tapi cost efisiensi masih perlu ditingkatkan.
Bagaimana cara meningkatkannya?
PLN, Sebagai pembeli bahan baku terbesar (batu bara dan solar), sehingga bisa mendapatkan diskon pembelian. Kurangi trasmission loss yang saat ini 9 persen (standard internasional 3 persen).
Lalu lakukan penghematan sekitar 1 persen, atau kurang lebih Rp 900 miliar. Kemudian kurangi mark up proyek-proyek di PLN. Langkah-langkah itu akan mengurangi biaya puluhan triliun rupiah.
Wacananya proyek ini kan mau dievaluasi. Kalau jadi ditargetkan selesai 2024 masih membebani PLN enggak?
Kalau proyek 35 ribu megawatt diselesaikan tahun 2024 itu sangat realistis, dan tidak akan memberatkan keuangan PLN.
Soal surat Menkeu yang bocor itu, apa pendapat Anda?
Surat Menkeu tidak dapat karena mengatakan PLN punya potensi gagal bayar. Surat dari otoritas seperti bisa bikin panik bondholders PLN (pemegang surat utang). Surat itupun tidak berdasarkan bahwa PLN telah melakukan revaluasi aset setahun lalu sehingga asetnya naik jadi Rp 1.300 T dan equitas naik jadi Rp 890 T. Kapasitas meminjam PLN naik jadi Rp 1.800 T. Menulis surat seperti konyol, apalagi membocorkannya.
Kami bertanya-tanya apakah sengaja dilakukan untuk cari alasan kembali menaikkan tarif listrik atau mengikuti saran lama Bank Dunia agar PLN di- "debundling", dipecah-pecah kemudian dijual? [rmol]
loading...
loading...