Rebut Kembali Semua Harta Pemda DKI Dikuasai Swasta
Loading...
Rebut Kembali Semua Harta Pemda DKI Dikuasai Swasta
Berita Islam 24H - Pengelolaan dan perlindungan terhadap aset oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, dinilai lemah. Hal itu terlihat, dari adanya aset yang berpindah tangan ke pihak swasta. Bahkan, tak sedikit yang hilang akibat kalah di persidangan. Masalah ini tentu menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Anies dan Sandi di masa pemerintahannya.
Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014 menunjukkan, banyak aset milik DKI telah berpindah ke tangan pihak swasta. Nilainya, mencapai Rp259,05 miliar. Perpindahan aset ini terjadi setelah DKI kalah gugatan di pengadilan.
Selain itu, pada 2014 terdapat 35 bidang tanah seluas 1.538.972 meter persegi milik DKI dengan nilai Rp7,976 triliun digugat oleh pihak swasta. Dari jumlah tersebut, 11 bidang tanah sudah dimenangkan pihak swasta. Total aset berpindah kepada pihak swasta ini mencapai Rp259 miliar.
Selanjutnya BPK pada 2015 melaporkan, Pemprov DKI dinyatakan tidak dapat memelihara aset daerah. Manajemen aset DKI masih menunjukkan adanya kelemahan dalam pengelolaan. Kelemahan tersebut di antaranya: tanah dan bangunan milik DKI seluas 2,72 juta M2. Aset ini masih dalam sengketa/dikuasai/dijual pihak lain. Hal ini mengakibatkan adanya potensi kehilangan aset tanah atau bangunan senilai Rp8,11 triliun.
Dikuasai Swasta
Direktur Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap, mengungkapkan, permasalahan aset di Ibukota seakan tidak ada habisnya. Banyak aset tercatat sebagai milik DKI tetapi digunakan atau dikuasai pihak lain.
Aset bermasalah yang dimaksud, kata dia, mayoritas berupa lahan berstatus 'digugat', dimanfaatkan atau secara sengaja diambil oleh oknum tertentu.
Ia menerangkan, mengacu Perda No.2 Thn 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta 2013-2017, terdapat program pengelolaan dan penataan aset daerah.
Indikator pencapaiannya antara lain, meningkatnya jumlah gedung/bangunan dan asset bergerak lain diasuransikan, dan meningkatnya jumlah perolehan dan hasil pengelolaan aset daerah.
Disisi lain, kata Muchtar di Jakarta, Minggu (22/10/2017), pengelolaan rumah susun (Rusun) sebagai solusi penggusuran juga tidak sesuai harapan. Pihak BPK, kata dia, menilai langkah tersebut belum sepenuhnya efektif dalam menunjang penataan kota serta pengelolaan aset, termasuk di daerah pinggiran Jakarta. "Hasil audit BPK mencakup 70 temuan terkait permasalahan asset senilai kurang lebih Rp495 miliyar," terangnya.
Ia mencontohkan, salah satu kasus yakni transaksi pengadaan lahan proyek Rusun Cengkareng. Menurutnya, banyak kejanggalan dalam temuan tersebut. Salah satunya, BPK menemukan Pemprov membeli tanah senilai Rp648 miliar dari Toeti Noezlar Soekarno, yang mengaku memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Setelah ditelisik ternyata tanah tersebut milik Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP) DKI. Proses ini aneh. Bagaimana bisa terjadi Ahok sampai tidak mengetahui, tanah dibeli merupakan asset DKI," terang dia.
Kasus lain, kata dia, adalah pembelian tanah Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW). Diperkirakan telah terjadi pengelembungan NJOP sehingga merugikaan negara sekitar Rp181 miliar. Ada dugaan tindak pidana korupsi. Bahkan, dinilai tanah dibeli Pemprov DKI itu adalah tanah negara. “Dalam arti, Pemprov DKI membeli asset milik sendiri," jelas Muchtar.
Kasus berikutnya, kata dia, adalah lahan Taman BMW di Tanjung Priok. Kasus ini berkepanjangan dan bergulir lama di pengadilan karena adanya gugatan ke pengadilan. "Rendahnya kualitas dan lemahnya pengelolaan dan perlindungan aset ini juga sempt diakui DPRD DKI," ungkapnya.
Menurutnya, hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi kepemimpinan Anies-Sandi. Perlindungan dan Penyelamatan terhadap aset-aset tersebut menurutnya mutlak harus dilakukan.
Mengkhawatirkan
Koordinator Investigasi Centre for Budget Analisys (CBA) Jajang Nurjaman, juga mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, permasalahan aset tanah di DKI Jakarta sangatlah mengkhawatirkan.
Bagaimana tidak, lanjut dia, sedikitnya terdapat 1.761 Hektare tanah aset milik Pemprov DKI Jakarta saat ini dikuasai pihak pengembang. "Aset tersebut terdiri dari tanah fasilitas sosial dan fasilitas umum," katanya di Jakarta, Minggu (22/10/2017).
Seperti diketahui, terang dia, sejak diterbitkannya Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) sejak tahun 1971. Sampai saat ini terdapat 1.434 pemegang SIPPT dimana sebagian besar dikuasi oleh pengembang kakap.
"Pemprov DKI sendiri seperti tidak ada upaya serius untuk mengambil kembali aset yang seharusnya dinikmati warga DKI dari tangan pengembang. Padahal aset seluas ribuan hektare tersebut bernilai Rp26,418 triliun," katanya.
Terkait aset milik Pemprov DKI Jakarta, lanjut dia, yang terjadi selama ini Pemprov DKI seolah-olah tidak berdaya dengan pihak pengembang. "Misalnya dalam kasus taman Ria Senayan yang seharusnya dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) baru-baru ini akan dialihfungsikan menjadi gedung komersial," ungkapnya.
Taman Ria Senayan dengan luas 111.600 meter persegi disewakan Pemprov DKI kepada PT Ariobimo Laguna Perkasa di bawah proyek bertema "Playground Taman Ria Senayan, tambahnya.
Awalnya, kata dia, aset tersebut disewakan selama 20 tahun namun dalam perjalanannya ada penambahan menjadi 30 tahun (sampai tahun 2035).
"Center for Budget Analysis menilai kasus proyek Taman Ria Senayan sebagai contoh memalukan, bagaimana Pemerintah kalah atau tidak berdaya dihadapan para pengembang atau pengusaha. Kasus ini membuktikan bahwa Aset tanah DKI Jakarta dikuasai oleh mafia, dan yang lebih mengkhawatirkan lagi diduga kuat di tubuh Pemprov DKI ada oknum yang bermain mata yang berdampak kalahnya Pemprov DKI di pengadilan," pungkasnya.
Harus Serius
Sementara itu, Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, meminta Pemprov DKI Jakarta agar lebih optimal dan serius membenahi pencatatan aset yang dimiliki. Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Syarif, mengatakan, pembenahan aset merupakan masalah yang harus disikapi serius karena terkait dengan laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta.
Guna mempercepat proses pembenahan dan pencatatan aset milik pemprov, lanjut Syarif, gubernur dapat mendelegasikan kewenangan kepada wali kota.
"Banyak fasos fasum yang belum diserahkan pengembang kepada pemerintah daerah. Selain itu, wali kota juga bisa mengamankan aset di wilayahnya agar tidak diambil oleh pihak yang tidak bertanggungjawab," ujarnya di Jakarta, Minggu (22/10/2017).
Ia meminta agar pencatatan aset milik Pemprov diselesaikan hingga akhir tahun 2017. Selain itu, ia mengingatkan pentingnya melakukan sertifikasi asetnya. Sehingga aset-aset yang dimiliki tercatat dengan baik di Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD). "Harus ada pembenahan, agar seluruh aset DKI segera disertifikasi," terang dia.
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Tubagus Arief mengatakan, BPAD harus memaksimalkan kinerjanya. Dengan melakukan sertifikasi terhadap seluruh aset yang ada. Sehingga pencatatan asetnya bisa lebih tertib dan rapi. "Harus ada pembenahan, agar seluruh aset DKI segera disertifikasi," kata Tubagus, di Jakarta, Minggu (22/10/2017).
Selain itu, dirinya juga menyarankan agar aset-aset yang telah disertifikasi untuk segera dimanfaatkan. Sehingga tidak ada lagi yang hilang atau berpindah tangan. Lahan-lahan yang dimiliki bisa dimanfaatkan sesuai peruntukannya seperti untuk rumah susun, ruang terbuka hijau (RTH), atau lainnya.
"Kalau sudah disertifikasi segera dimanfaatkan, atau paling tidak dikasih plang terlebih dahulu. Jadi tidak diserobot oleh orang lain," ucapnya.
Adapun Pemprov DKI Jakarta tengah mengembangkan sistem pencatatan aset yang dimiliki melalui e-Aset. Ditargetkan pencatatan aset tersebut bisa dirampungkan akhir tahun ini.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah, mengatakan, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2016 menunjukkan pengelolaan keuangan Pemprov DKI Jakarta sudah sangat baik. Hanya saja masih ada catatan dalam pengelolaan aset. Sehingga hasil yang diberikan masih Wajar Dengan Pengecualian (WDP). [beritaislam24h.info / htc]
loading...
loading...