Presiden-Wapres Beda Pandangan
Loading...
Presiden-Wapres Beda Pandangan
Pembentukan Densus Antikorupsi ditanggapi berbeda oleh Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Presiden menyatakan setuju. Sementara JK menyebut pembentukan Densus itu tidak perlu.
Melalui Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi Sapto Pribowo, Presiden Jokowi menyatakan tak mempermasalahkan pembentukan Densus Antikorupsi itu. Kapolri Jenderal Tito Karnavian, ungkap Johan, juga sudah melaporkannya kepada Presiden. Menurut Presiden, yang penting, pemberantasan korupsi bisa berjalan cepat.
"Konsen Presiden adalah Densus Antikoruspi ini nantinya harus bisa mempercepat upaya pemberantasan korupsi, yang kedua juga harus ada sinergitas antara Polri, KPK dan Kejaksaan," tutur Johan di Kantor Staf Presiden, Bina Graha Jakarta, kemarin.
Lagipula, imbuh Johan, pembentukan Densus yang rencananya diluncurkan pada Desember 2017 mendatang merupakan kewenangan Polri. Presiden pun tak mau mencampuri kewenangan korps baju coklat itu. Detasemen serupa juga dibentuk di Kejaksaan Agung, meski dengan nama yang berbeda.
Kapolri juga sudah berkoordinasi dengan KPK. Dan komisi antirasuah itu menyatakan kesetujuannya terhadap pembentukan Densus Antikorupsi.
"Yang penting itu tadi buat Presiden, dengan pembentukan Densus, ini yang perlu ditanya ke Polri, upaya pemberantasan korupsi itu harus lebih massif, lebih cepat, yang kedua sinergi yang tadi dengan penegak hukum lain," ulang Johan.
Sementara Wapres JK punya pandangan berbeda. Dia menilai pembentukan Densus Antikorupsi tidak perlu. JK menyebut, upaya pemberantasan korupsi lebih baik fokus dilakukan oleh KPK. Sementara kepolisian dan kejaksaan membantu komisi pimpinan Agus Rahardjo cs itu, seperti yang selama ini sudah berjalan.
"Jadi cukup biar KPK dulu. Sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas dan itu bisa. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu (pemberantasan korupsi). Tim yang ada sekarang juga bisa," tutur JK, kemarin.
Lagipula, lanjut JK, kepolisian dan kejaksaan saat ini sudah memiliki kewenangan melakukan upaya pemberantasan korupsi. Meskipun, tidak sebesar atau semasif KPK. Karena itu, Densus Antikorupsi tidak mendesak dibentuk karena internal kepolisian juga belum bersih.
"Difokuskan dululah si KPK itu, dan KPK dibantu, dan sambil bekerja secara baik. Polisi juga, banyak juga masalah korupsi itu internal polisi," saran JK.
Yang juga dikhawatirkan JK, pembentukan Densus Antikorupsi itu akan menakuti pejabat penyelenggara negara dalam membuat kebijakan, atau menyusun atau hendak menggunakan anggaran karena tidak mau melakukan kesalahan yang bisa dianggap korupsi.
Hal itu akan berdampak terhadap tidak maksimalnya program pemerintah. Padahal, pemerintah tengah mengejar pembangunan di segala bidang. "Ini kan memang korupsi jadi hal (penting). Namun juga kita juga harus hati-hati juga, jangan isu pemberantasan korupsi itu menakutkan bagi semua orang sehingga menakutkan pejabat membuat kebijakan," JK mengingatkan.
"Itu juga penting karena salah satu yang melambatkan semua proses itu disamping birokrasi yang panjang juga ketakutan pengambilan keputusan. Nanti kalau semua bisa tangkapin, di mana saja bisa habis juga itu pejabat," tandas JK.
Sementara DPR mendukung pembentukan Densus Antikorupsi itu. Hal itu dinilai sebagai upaya agar tidak ada monopoli pemberantasan korupsi oleh satu lembaga.
"Selama ini begitu. Tidak boleh ada monopoli," kata Wakil Ketua Komisi III Benny Kabur Harman Di Gedung DPR, kemarin. Selain itu, Densus Antikorupsi, seperti juga satgas antikorupsi yang dibentuk Kejagung dibentuk untuk memperkuat institusi penegak hukum agar menjadi bagian sistem pemberantasan korupsi.
"Tesisnya itu KPK saja tidak sanggup memberantas korupsi. Karena itu, kita bisa lembaga lain yang harus diperkuat dan harus kita topang yakni Kepolisian dan Kejaksaan," tandas politikus Partai Demokrat itu. [rmol]
loading...
loading...