Jaksa Agung dan Buni Yani, Ironi atau Sesat Pikir?
Loading...
Pernyataan Jaksa Agung berikut ini menarik secara teoritis, namun ironis dipandang dari sudut keadilan.
"Untuk kasus Buni Yani ini JPU telah mengajukan tuntutan pidana selama dua tahun penjara dan segera masuk. Kenapa demikian, untuk keseimbangan," ujar Jaksa Agung Prasetyo (11/10/2017).
"Karena bagaimanapun kasus ini tidak dapat dilepaskan dengan kasus lain sebelumnya. Ketika terdakwa kasus yang sebelumnya diputus oleh hakim dengan dua tahun dan segera masuk itu pula yang menjadi pertimbangan jaksa bahwa harus ada keseimbangan," ujarnya.
"Bahwa kasus yang satu tidak akan terjadi jika tidak ada kasus yang lainnya,"
Jadi:
1. Kasus Buni Yani terkait dengan kasus sebelumnya, yaitu kasus penistaan agama oleh Ahok.
2. Apa kaitannya? Buni Yani adalah orang yang menunjukkan kepada publik peristiwa penistaan agama itu melalui statusnya di facebook.
3. Menurut Jaksa status Buni Yani adalah kejahatan juga. Alasannya? Jangan lupa dalam tuntutan atas kasus Ahok, jaksa mengatakan bahwa "Timbulnya keresahan masyarakat juga tidak dapat dilepaskan dari adanya unggahan oleh orang yang bernama Buni Yani."
4. "Kejahatan" Buni Yani itu harus dibayar sama persis dengan vonis yang diterima Ahok, dua tahun penjara. Adequate, kata Jakgung, ada hubungan "sebab akibat". Penyebab dihukum sama dengan akibatnya.
Begitulah keadilan versi Kejaksaan Agung.
Saya ga mengerti, apakah ini ironi atau sesat pikir. Hubungan "sebab akibat" yang dimaksud Jakgung itu mestinya bermakna bahwa "Buni Yani lah yang menyebabkan Ahok menista agama." Kalau hal itu terbukti, pantas Buni Yani mendapat hukuman seperti diterima oleh Ahok. 2 tahun penjara.
TAPI Kenyataannya: "Buni Yani adalah orang yang memberitakan kepada publik adanya peristiwa penistaan agama." Jadi Buni Yani seperti informan yang memberitahu polisi bahwa "di kamar hotel itu sedang ada pesta narkoba". Dalam hal itu Buni Yani adalah saksi. Seharusnya ia diberi penghargaan. Bukan malah dijatuhi hukuman.
Saya tidak habis pikir bila Buni Yani justru dituntut penjara dua tahun.
Tetapi saya mengerti keganjilan, sesat-pikir dan apapun bisa terjadi bila penegak hukum telah dirasuki oleh politik.
Oleh Radhar Tribaskoro
loading...
loading...