Figur Kolonel TNI HM. Rifai yang Ketiga Anaknya Hafidz Quran
Loading...
Figur Kolonel TNI HM. Rifai yang Ketiga Anaknya Hafidz Quran
Berawal dari hobinya membaca Al- Qur’an dan menulis, membawanya menjadi seorang ayah yang memiliki tiga putrinya menjadi seorang hafidz Qur’an.
Siapa yang tidak bangga bisa memiliki anak- anak yang semuanya hafidz Qur’an, tentu inilah yang sekarang dirasakan oleh Kepala Pembinaan Mental Kodam V/Brawijaya (Kabintaldam), Kolonel Caj Drs. HM. Rifa’i. Dia merupakan seorang kolonel yang dikenal jujur di jajarannya. Pembawaannya yang religius menjadi ciri khas yang melekat dari dirinya.
Bagaimana tidak, demi menyelamatkan kemurnian agama Islam Rifa’i rela menghabiskan waktunya untuk berdakwah, baik ketika berdinas ataupun saat berada di tengah-tengah keluarga dan masyarakat
Inilah motivasi utama yang menjadikan Rifa’i kini harus masuk ke TNI.
“Saya memutuskan untuk menjadi seorang tentara sekitar umur 20 tahunan, dimana waktu itu saya adalah seorang dai. Aktifitas saya hanya berkeliling untuk memberikan ceramah- ceramah agama. Dan hingga membentuk pengajian Aswaja demi menyelamatkan kemurnian agama Islam yang mana banyak sekali ajaran- ajaran Islam di selewengkan”, ujarnya.
“Dan pada saat itu, beberapa guru- guru spiritual saya mengajukan saya untuk menjadi seorang tentara, sekalipun pada saat itu saya belum siap secara lahir dan batin. Saya terus diberikan motivasi dan dukungan dari beberapa kyai agar saya meneruskan pendidikan tentara saya demi memperbaiki akhlak- akhlak yang Islami yang sudah mulai memudar,” imbuhnya.
Banyak hal yang sempat dialami oleh ayah dari tiga orang putri ini, berbagai tantangan yang dialami pada saat masuk dalam lingkungan tentara. Rifa’i mengakui pada awalnya masuk tentara dia mengalami kesulitan dalam beribadah.
“Ini adalah tantangan yang terberat dalam hidup saya, hampir tidak kuat. Karena harus bertentangan dengan beberapa orang yang imannya sangat lemah. Misalnya tentang korupsi dan lain- lain. Saya bersedia mendapat hukuman dari atasan saya asalkan menrut saya adalah kebaikan. Yaitu dengan cara mengingatkan,” ungkapnya.
Suami dari Hj. Rahmayanti ini merasakan perubahan pada fisiknya, secara drastis berat badannya turun sebanyak 15 kg. Bukan hanya itu saja, berbagai macam tantangan yang harus ia hadapi adalah pada saat melihat perilaku teman- temannya yang amoral.
“Banyak aktifitas fisik yang dilakukan sehingga sistem tidak memperdulikan sisi beribadah, banyak kebijakan TNI yang membuat kita sebagai umat Islam harus mengalah. Ketika melihat kemaksiatan dan kebobrokan moral membuat saya harus bisa menahan diri untuk tidak langsung mendakwahi, termasuk menyadarkan beberapa anak buah yang suka minum- minuman keras dan lain- lain mengingat anak buah berasal dari suku, agama yang berbeda”, tandasnya.
Semangat Mendakwahi Teman- teman
“Seringkali saya melihat teman saya minum- minuman keras, mereka menghabiskan banyak uang untuk senang- senang, antara takut mengingatkan dan rasa ingin melawan kemaksiatan akhirnya mau tidak mau aku harus menngingatkan mereka tanpa terkesan mendakwai”, tuturnya.
Rifa’i juga mengaku, kerapkali mengingatkan pimpinannya apabila melakukan kesalahan baik dalam sikap, perbuatan maupun tutur kata. Walaupun mengetahui segala resiko yang akan dihadapinya jika mengingatkan seorang atasan.
”Rasanya sangat tidak enak jika saat mendiamkan saja, gatel pengen ngingetin, meski nanti akan dapat hukuman, tapi saya gak peduli”, katanya sambil tertawa.
Menanamkan Nilai Agama Buat Ketiga Putrinya
Dalam pendidikan anak, Rifai sangat otoriter terhadap anak- anaknya. Dimata anak- anaknya, Rifa’i adalah seorang ayah yang sangat tegas dan disiplin. Dia menerapkan pendidikan agama sebagai dasar untuk mendidik anak- anaknya. Dia juga mengaku, selalu berdiskusi dengan istrinya dalam segala hal terutama dalam menentukan konsep pengajaran yang paling tepat buat anak- anaknya.
Pendidikan agama sangat ditekankan untuk seluruh keluarga, walaupun agak sulit namun Rifa’i memaksa ketiga putrinya untuk fokus dengan agama.
“Saya hanya menginginkan yang terbaik untuk anak- anak perempuan saya mengingat kondisi negara serta kehidupan bebas yang begitu mengerikan dan membahayakan buat kedepannya,” tuturnya.
“Latar belakang kami pesantren, jadi kami ingin mendidik anak- anak dari mulai sejak kecil sudah harus mendapatkan pendidikan agama mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Dari kecil anak- anak sudah kami kenalkan dengan al- qur’an. Dari umur 6 tahun ketiga putri saya sudah diwajibkan untuk melakukan ibadah puasa romadhon dan harus tuntas 30 hari, kemudian kami ajari untuk menangani permasalahan- permasalahan pribadinya seperti menggosok baju, mencuci baju dan lain- lain tujuannya adalah kelak nanti kalau ke pesantren mereka sudah bisa mandiri dan tidak bergantung dengan orangtua”, ungkap Rifa’i yang kini aktif dalam kegiatan pembinaan mental di lingkungan Kodam V/Brawijaya.
Menurut Rifa’i, anak harus mandiri baik lahir maupun batin.
“Jadi ketiga anak saya ketika berada di perguruan tinggi mereka sudah jarang sekali meminta uang dari orangtuanya. Entah darimana mereka mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari- hari tapi saya yakin mereka sudah bisa bekerja dan usaha sendiri”, ujarnya.
Pentingnya Keteladanan Bagi Anak-anak.
Selain menanamkan nilai- nilai agama dalam kehidupan sehari- hari, Rifa’i juga memberikan contoh serta keteladanan yang baik di depan anak- anaknya. Bentuk keteladanan itu bisa bermacam- macam. Tujuannya tentu untuk menumbuhkan akhlak yang mulia serta menanamkan moral yang baik.
“Saya dan istri saling dalam memberikan keteladanan ini. Contohnya dengan seringnya membaca al- Qur’an, jadi ketika menyuruh anak- anak untuk mengaji mereka langsung menurut. Kemudian selain itu saya juga membuat group whatapps setiap hari kita wajibkan 1 juz yang isinya seluruh keluarga, kemudian merek harus wajib membaca al- quran yang mengandung kemukzizatan dan mendapatkan pahala jika sering membacanya. Yang ketiga adalah kakaknya harus memantau adiknya dalam menghafal al- qur’an”, tuturnya.
Sebagai orangtua, Rifai dan istrinya selalu memberikan contoh kepada ketiga putrinya untuk selalu sholat lima waktu, mengajari anak- anak untuk menulis beberapa buletin kajian islam sehingga anak saya pun semuanya jadi guru mengaji. Anak- anak harus paham bagaimana merasakan nikmatnya beragama, karena agama harus diperjuangkan dengan dakwah.
Selain itu dia dan istrinya juga menjauhkan anak-anak dari tontonan televisi. Dia pun tidak segan-segan memberlakukan hukuman bagi ketiga putrinya ketika melakukan kesalahan apalagi berbohong dan tidak disiplin.
“Saya memang agak ekstreem dalam mendidik anak- anak saya. Saya tidak ingin dewasa nanti anak- anak menjadi seorang yang tidak bermoral. Teringat dengan masa kecil saya yang didik oleh kedua orangtua sangat disiplin, begitupun dengan kakekku dulu”, tukasnya.
Dia juga selalu menasehatkan kepada anak- anaknya bahwa agama Islam harus dijadikan sandaran hidup dalam diri kita, baik dalam keadaan susah maupun senang. Serta dijadikan sebagai pedoman hidup.
“Dulu ketika anak- anak masih kecil, selalu saya bawa kemana- mana, mengajak ngaji mengajak dinas luar kota sehingga bisa mengenal semua orang- orang yang ada disekitar saya”, Katanya.
“Saya selalu menanamkan kedisiplinan baik kepada anak- anak maupun kepada istri, bagi siapa yang berbuat salah maka harus diberikan hukuman yang setimpal pada saat itu juga tanpa mengulur waktu”, imbuhnya.
Berikut adalah putra- putri dari Kolonel. HM. Rifa’i, anak pertama bernama Amiroh Adilah Alumni Universitas Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta, jurusan fakultas Tarbiyah.
Putri kedua bernama Fairus Hakimah juga alumni UIN Syarif Hidayatullah, terakhir Maulia Izzati yang kini sedang kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Ketiga anaknya menjadi hafidz Qur’an berkat didikan serta keteladanan yang ditanamkan sejak dini. [swc]
loading...
loading...