Ada Upaya Sistematis Asing Untuk Jual dan Lemahkan BUMN
Loading...
Wacana menjual anak perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikritik oleh sejumlah kalangan. Pasalnya langkah tersebut dinilai akan memperlemah kiprah perusahaan berpelat merah.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengaku waswas dengan terus berkembangnya wacana untuk menjual anak perusahaan milik negara tersebut.
“Saya sangat khawatir dan waswas dengan wacana yang terus berkembang. Karena menjual BUMN itu akan mengecilkan (peran) BUMN,” ujar Said kepada Rakyat Merdeka, pada akhir pekan (8/10) kemarin.

Pertama, sektor perkebunan. Menurut Said, izin pengelolaan lahan yang dimiliki BUMN hanya 756.000 hektare (ha) atau hanya sekitar 6,52 persen. Sementara, ada 5 konglomerat besar yang bermain di perkebunan sawit dengan menguasai lahan mencapai 11,6 juta hektare.
Kedua, sektor pertambangan, BUMN hanya kebagian 6 persen sisanya dikuasai konglomerat.
Ketiga, sektor perbankan, aset BUMN hanya Rp 2.400 triliun atau 24 persen dari seluruh aset perbankan nasional yang mencapai Rp 11.100 triliun.
Kelima, sektor transportasi udara, BUMN hanya menguasai 39 persen dari jumlah pangsa pasar.
Keenam, sektor kelistrikan, PLN hanya menguasai 31 persen dan sisanya dikuasai swasta.
Ketujuh, sektor perminyakan, hanya 31 persen milik BUMN.
Dan kedelapan sektor infrastruktur, pembangunan real estate 70 persen didominasi swasta.
“Kenapa kita meributkan peran BUMN. Kenapa kita nggak ributkan sektor-sektor yang didominasi konglomerat,” cetusnya.
Said curiga ada upaya sistematis untuk melemahkan BUMN di balik berkembangnya wacana menjual perusahaan pelat merah.
Dia memproyeksi BUMN akan jatuh ke tangan asing atau kaki tangannya jika sampai benar-benar dijual.
“Setiap ada kabar penjualan BUMN, pasti asing menyampaikan tertarik mau membelinya. Kalaupun ada orang lokal, dananya juga pasti milik asing. Apa kita mau seluruh BUMN akhirnya milik asing?” tegasnya.
Said menambahkan, penjualan BUMN harus menjadi opsi paling akhir jika terdapat persoalan pada perusahaan pelat merah. Sebelumnya harus dilakukan upaya-upaya lain dulu untuk pembenahan. Banyak opsi yang bisa ditempuh seperti melakukan revitalisasi, restrukturisasi, merger, dan akuisisi. Jika semua gagal barulah, likuidasi atau penjualan.
Senada dengan Said, ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara juga menolak rencana melego BUMN.
“Kalau pun alasannya karena terlalu dominan, solusinya harusnya mendorong bagaimana BUMN bisa meningkatkan kerja sama dengan swasta,” ungkapnya.
Dia menduga, pemerintah mau melepas BUMN karena tengah kesulitan dalam membayar bunga dan cicilan pokok utang. Akhirnya memilih jalan pintas, mau jual BUMN.
“Ini polanya persis seperti model penyelamatan keuangan negara saat krisis ekonomi 1998-2001. Saat itu BUMN yang merupakan aset strategis terpaksa dilego murah demi menutup defisit APBN,” ujarnya.
Bak gayung bersambut, ide menjual BUMN yang disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Panjaitan diamini Presiden Jokowi yang memerintahkan opsi penjualan ataupun merger perusahaan BUMN yang mencapai 800 perusahaan.
sumber:eramuslim
loading...
loading...